Cacar Monyet
Cacar monyet atau cacar api disebabkan infeksi kulit oleh
bakteri, biasanya jenis tafilokokus. Jadi, berbeda dengan cacar air yang
disebabkan oleh virus varicela-zoster.
Cacar monyet tidak terkait dengan kontak langsung dengan monyet.
Mungkin jika tempatnya jorok dan saat itu ada luka/iritasi kulit, maka kuman
dapat masuk. Perlu Diketahui, istilah ini berbeda dengan monkeypox yang
beberapa tahun lalu sempat menjangkiti Amerika, karena monkeypox disebabkan
virus. Virus tersebut menyerang monyet dan ditularkan melalui binatang
pengerat. Istilah medis untuk cacar monyet 'ala' Indonesia adalah impetigo
bulosa/vesikobulosa.
Saya juga tidak tahu mengapa penyakit ini disebut cacar monyet.
Ada yang mengatakan karena bintil di kulit timbul berpindah-pindah seperti
monyet di pohon. Bintil pindah dan menyebar ke tempat lain, biasanya karena
anak menggaruk bintil yang pecah kemudian memegang kulit yang lain. Sementara istilah
cacar api didasarkan pada luka akibat bintil yang pecah yang menyerupai sundutan
rokok.
Sebenarnya, bakteri sehari-harinya memang selalu ada di kulit.
Kulit yang sehat dapat menjadi penghalang bakteri masuk ke dalam lapisan kulit.
Hanya jika terjadi luka pada kulit seperti gigitan serangga, luka akibat
garukan, alergi/eksim, atau jika kulit lembab terus-menerus (biasanya pada bayi
akibat pemakaian diapers yang terlalu lama), maka benteng pertahanan kuman di
kulit menjadi jebol.
Risiko terinfeksi pada anak lebih besar, walaupun mungkin kita
selalu berusaha menjaga kebersihannya. Anak sering memasukkan tangan ke hidung,
mengigit-gigit kuku, mobilitasnya juga tinggi sehingga mudah terluka.
Bintil-bintil pada cacar monyet memang dapat mirip sekali dengan cacar air.
Tempat timbulnya juga hampir sama, yaitu di dada, punggung, dan wajah. Biasanya
pada cacar monyet, tidak timbul panas tinggi sebelumnya, bahkan sesudah timbul
bintil. Namun jika infeksi berat, dapat pula timbul panas.
Kondisinya juga secara umum baik, artinya anak tidak merasa
lemas, nafsu makannya tidak berkurang, dan tetap bermain seperti biasa.
Sementara pada cacar air biasanya didahului dengan gejala seperti selesma,
demam, dan anak merasa lemas. Sebenarnya gambaran bintilnya juga agak berbeda,
hanya mungkin agak sulit dibedakan oleh orang awam.
Terdapat perbedaan pada cara penularan. Cacar air dapat menular
melalui inhalasi, misalnya percikan ludah atau cairan dari bintil yang pecah
yang mengandung virus, jika kemudian terhirup maka dapat menular. Oleh karena
itu, bintil pada cacar air harus diusahakan tidak pecah, untuk mengurangi
risiko penularan.
Cacar monyet menular melalui kontak dengan kulit atau pemakaian
barang yang sama dengan penderita. Sama dengan cacar air, jika luka sudah
mengering maka sudah tidak menular lagi. Bahkan sebenarnya, dengan pemberian
antibiotika yang tepat, anak Ibu sudah tidak menularkan lagi penyakitnya
setelah dua hari (48 jam) sejak antibiotika diberikan.
Ibu tidak perlu terlalu khawatir, karena penyakit ini hanya
menyerang lapisan terluar dari kulit, jadi lukanya biasanya cepat sembuh.
Kecuali jika ada super-infeksi (infeksi oleh berbagai macam bakteri) sehingga
penyakit menjadi berat. Biasanya bekas-bekas luka sudah membaik dalam dua
minggu, bahkan seringkali sebelum itu pun bekasnya sudah tidak begitu jelas
lagi.
Untuk itu, antibiotika dari dokter harus diminum teratur sesuai
petunjuk dokter. Gunting dan kikir kuku anak Ibu serta ingatkan untuk jangan
menggaruk. Anjurkan juga untuk sering cuci tangan. Mandi seperti biasa dengan
air hangat yang dicampur cairan antiseptik. Sebaiknya handuk dicuci setelah
dipakai, terutama jika luka belum kering. Bintil yang sudah pecah diolesi
cairan antiseptik, kemudian setelah mengering diberi salep antibiotik.
(Prof dr Zubairi Djoeban SpPD KHOM )